Rabu, 11 Juni 2008

Teknologi Berorientasi Lingkungan Hidup

Sepanjang teknologi lingkungan tidak dikuasai dengan baik, masalah
lingkungan akan tetap terpinggirkan. Tanpa penguasaan dan penerapan teknologi, masalah lingkungan akan tetap menjadi beban biaya yang tidak kecil.

Sekitar 30 tahun yang lalu, EF Schumacher menerbikan sebuah booklet berjudul “The Age of Plenty,A Christian View”(the Saint Andrew Press,Edinburg:1974). buku kecil ini memuat kritik Schumacker terhadap kemakmuran eksploitasi, bukan saja terhadap manusia,tetapi terlebih lagi terhadap alam. Sebagaimana pandangan para pemikir lain yang selalu kritis terhadap kemajuan IPTEK, Schumacker mengemukakan, teknologi dan industri harus “mengabdi” kepada kelangsungan kehidupan manusia dan alam.
Memanglah hingga kini ,kemampuan teknologi dalam memecahkan masalah produksi mencatat tahap “keajaiban”. Percakapan di seputar cloning yang beberapa waktu lalu ramai bergulir dimedia massa, adalah contoh nyata “keajaiban” itu. Namun patut digaris bawahi, tidak mudah pula menutup-nutupi kengerian yang mengiringinya: ia menjadikan manusia sekedar benda alam yang diutak-atik dan dikontrol, dan juga “kejam”terhadap alam karena,antara lain, memanfaatkan ratusan atau bahkan mungkin ribuan binatang sebagai kelinci percobaan.
Dalam hal perubahan masyarakat dan perkembangan kelihatannya teknologi terdapat hal yang kontraditif. Awalnya teknologi diciptakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia, mempermudah segala aktifitas yang dilakukan oleh umat manusia dan memelihara kondisi lingkungan sekitar agar tetap dapat memberikan sumber daya yang memadai bagi kelangsungan hidup umat manusia. Namun, dalam perkembangannya teknologijustru menjadi pemicu pertama penurunan kualitas lingkungan dengan sangat drastis. Penggunaan bahan bakar fosil untuk menjalankan industrialisasi sejak masa awal Revolusi Industri, memicupenggunaan secara besar-besaran hingga mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan lingkungan dan penipisannya sumber daya alam bagi generasi berikutnya. Kalau sebelum muncul masyarakat industri,hamper 80 persen benda yang dipergunaan manusia berassal dari hewan dan 20 persen dari mineral, industrialisasi mengubah kecendrungan itu.ia mulai terpusat pada cadangan bumi berupa energi dan material yang tak terbaharui, seperti bahan baku fosil dan mineral. Di sinilah kapitalisme industrialisasi mengeruk seluruh bahan baku tanpa memperdulikan akibat pada lingkungan, sehingga pada abad ke-19, diinggris telah menjadi bengkel dunia. Tidak selesai sampai disitu. Asap dan buangan pabrik meracuni udara, air, dan tanah. Dan dampak dari bahan-bahan kimia tersebut yang dibuang kelingkungan berdampak berat bagi pekerja dan masyarakat yang tinggal disekitarnya. Akibat lain revolusi industri menghabiskan kekayaan alam dengan laju mengerikan, menghancurkan hubungan dengan tanah, dan menyingkirkan petani kebelakang. Sementara itu, populasi semakin membengkak, teknologi menguasai lingkungan dan kekayaan material meningkat,imbalannya? Kerusakan alam yang terus memburuk kondisinya.
Begitulahpada masanya seakan-akan laju perkembangan teknologi tidak pernah berjalan beriringan dengan kepedulian pada lingkungan hidup.
Namun ,seiring dengan makin menguatnya kepedulian global pada masa depan bumi,telah terjadi pergeseran paradigma dalam hubungan teknologi dan lingkungan hidup. Awalnya adalah seorang biolog Amerika,Barry Commoner, yang ditahun 1962 mengingatkan resiko makin meningkatnya polusi. Menurut Barry, mata rantai ekologi terputus akibat industri dan digantikannya produk alami dengan bahan sintesis. Sejak itu pula (1962-1970-an), banyak kalangan termasuk industriwan berusaha ramah lingkungan. Kemudian muncul kebutuhan untuk mengembangkan teknologi yang dapat menjaga tingkat keberlanjutan lingkungan dengan segala sumber daya yang dimilikinya. Teknologi tidak melulu dilihat sebagai alat eksploitasi, tetapi lebih sebagai alat pemeliharaan lingkungan beserta sumber daya alam agar kehidupan umat manusia dan lingkungan alam dapat berkelanjutan.dengan kata lain, perlindungan lingkungan seraya meningkatkankualitas hidup dan memelihara kemampuan bersaing, memerlukan perubahan teknologi. Pada umumnya teknologi baru ini lebih efisien. Artinya teknologi ini memerlukan lebih sedikit input termasuk energi persatuan output, serta kurang mencemari dibandingkan teknologi baru berwawasan lingkungan, muncul semboyan: produce more with less resources, with less energy and with less waste. Salah satunya tampak lewat didirikannya Pusat Teknologi Lingkungan Hidup Asia-Eropa. Pusat ini menyatukan pemakai dan penmasok dalam bidang riset dan teknologi lingkungan hidup. Pusat ini akan bekerja dalam masalah-masalah lingkungan hidup terpenting yang kita hadapi, misalnya masalah kota besar dan teknik untuk membersihkan polusi.
Perkembangan ini mengikis pendekatan tradisonal dalam memandang hubungan industri dengan teknologi. Pendekatan tradisional melihat bahwa industri mengakibatkan masalah lingkungan dan mencoba mencari jalan keluar yang bertanggung jawab untuk meminimalkan kerusakan yang dapat diakibatkan. Sebaliknya, pendekatan yang berdasarkan pada teknologi yang bersih seharusnya mencari cara proses produksi yang dapat meniadakan atau mengurangi masalah yang mungkin terjadi sejak awal, sebelum permasalahan yang berkaitan dengan masalah lingkungan muncul. Misalnya, lewat pendekatan minimalisasi limbah dan dematerialisasi, dengan kata lain telah terjadi pergeseran dari pengendali polusi ke pencegah polusi. Pengendali polusi berarti bembersihkan limbah setelah limbah tersebut terbentuk sebagai sisa proses produksi. Sedang pencegahan polusi memfokuskan diri pada peminimalan atau penghindaran dari limbah sebelum limbah tersebut tercipta. Peningkatan teknologi membuat ekosistem secara alami menjadi lingkungan hidup buatan (manmade environment). Teknologi akan merombak lingkungan dengan limbah.jasad renik tidak mampu lagi mendekomposisi limbah dalam ekesistem. Ekosistem alami akan menyerapnya kembali, namun manmade environment tidak mampu. Namun dalam decade terakhir ini bioteknologi berhasil menemukan dekomposer yang lebih cepat, sehingga teknologi inilah yang perlu kita kembangkan lebih lanjut, agar keseimbangan ekosistem terkoreksi dan kuantitas hidup manusia tertolong.
Keharusan peningkatan penguasaan teknologi lingkungan itu tidak terbatas pada teknlogi pengolahan limbah dan penerapan proses daur ulang. Tetapi juga mencakup penguasaan teknologi rekayasa, dari proses produksi hingga teknologi pabrikasi suatu industri yang diandalkan. Bagi kita di Indonesia, ini jelas sangat penting karena selama ini hampir seluruh industri disini adalah hasil Turn Key, khususnya pada jenis industri kimia. Salah satu bukti penerapan dan penguasaan teknologi lingkungan yang dapat mengubah factor Cost menjadi Benefit tidak harus selalu berupa rekayasa teknologi tepat guna. Namun jelas pembuktian penguasan teknologi lingkungan dapat mengubah pengertian yang selam ini berkembang, yakni factor kepentingan lingkungan yang identik dengan tambahan biaya.
Sayannya untuk kasus Indonesia, kebutuhan untuk mengubah sistem teknologi sangat lambat dipahami oleh industriawan kita. Pemahaman tentang pentingnya mempertahankan kualitas lingkungan yang baik, terasa kurang dipahami oleh industriawan kita. Mereka kebanyakan tetap lebih suka being trader. Sebagai pedagang pada umumnya tidak mau mengembangkan teknologi berwawasan lingkungan. Karena tanpa melakukan itupun, mereka tetap merasa mendapat untung, walaupun harus dengan jalan merusak lingkungan. Namun kemudian akibat perubahan permintaan pasar yang lebih tanggap terhadap lingkungan, perkembangan teknologi yang memungkankan terciptanya teknologi yang lebih tanggap lingkungan dan semakin berkurangnya input bahan baku (sumber daya) yang memadai untuk melakukan system produksi dengan cara lama yang boros (tidak tanggap lingkungan). Dengan teknologi yang dimiliki, suatu institusi dalam peningkatan apapun bisa mencari atau menciptakan produk yang lebih baik dalam arti lebih tanggap terhadap lingkungan.efisien dan pengurangan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan serta meningkatkan kualitas, pesan dan tampilan produk, yang amat berguna bagi aspek pemasaran produk atau perusahaan.
Menurut hukum ekonomi, penguasaan teknologi lingkungan menjadi bagian terintegrasi dalam menjalankan kebijakan pelestarian lingkungan tersebut, benar-benar dapat dibuktikan secara ilmiah. Coba saja amati dengan penerapan teknologi maka faktor kualitas dan harga pasti akan meningkat. Ini berarti akan tetap bisa mempertahankan nilai keuntungan walaupun suatu kegiatan industri itu harus dibebani pula dengan biaya pengolahan limbahnya. Dengan penerapan teknologi lingkungan, akan didapat pula peningkatan kualitas produksi. Karenanya, penerapan kebijakan mengintegrasikan penerapan teknologi lingkungan akan menjamin pula meningkatnya kemampuan pebisnis Indonesia dalam menerobos pasar ekspor. Misalnya dengan menerapkan teknologi pada sector industri kehutanan akan dicapai standarisasi kualitas berdasarkan ecolabelling dan ISO 14001 yang dapat menjamin sukses menerobos pasar dunia.


Tidak ada komentar: