Jumat, 13 Juni 2008

Greenpeace: PS3, Wii, dan XBox Mengandung Racun

Greenpeace mengungkapkan PS3, Wii, dan XBox Mengandung Racun
SINGAPURA, - Tiga mesin video game paling populer saat ini mengandung bahan beracun yang berbahaya bagi tubuh manusia. Pernyataan keras yang dikeluarkan Greenpeace itu mendesak produsen perangkat-perangkat tersebut untuk meninggalkan bahan kimia yang tidak ramah lingkungan dan manusia.Hasil tes yang dilakukan Greenpeace menunjukkan bahwa Sony Play Station 3, Nintendo Wii, maupun Microsoft XBox 360 masih mengandung polivinil klorida, phtalate, beryllium, dan bromine. Zat-zat kimia tersebut dapat menyebabkan gangguna otak dan mengganggu pertumbuhan organ seksual.Greenpeace menyatakan tidak ada alasan bagi para produsen untuk tetap menggunakan bahan-bahan tersebut. Sebab, sudah ada standar teknologi agar produsen dapat mendesain produk tanpa bahan berbahaya dan membuat konsol game yang bersih. Namun, ketiga perusahaan yang mendapat kritik tajam Greenpeace menolak tuduhan tersebut. Sony, Nintendo, dan Microsoft tetap bersikukuh bahwa produknya masih memenuhi standar industri."Selain memenuhi standar tersebut, Sony juga memiliki konsisitensi secara global untuk mengelola zat-zat kimia yang dipakai dalam suku cadang dan material," demikian tanggapan Sony Computer Entertanment Inc. Jurubicara Nintendo mengatakan pihaknya tidak bisa mengomentari hasil tes Greenpeace. Nintendo hanya menyatakan bahwa produk yang dijual ke pasaran telah memenuhi standar industri yang ditetapkan di setiap negara.Sementara Microsoft menyatakan bahwa pihaknya sudah mengikuti panduan dan regulasi yang telah ditetapkan untuk terus menurunkan penggunaan zat-zat berbahaya pada produk-produk elektronik. Penggunaan zat kimia pada konsol game pantas mendapat perhatian tinggi. Sebab, industri video game tengah tumbuh pesat dan menjadi bisnis miliaran dollar AS. Artinya, jumlah perangkat atau konsol video game yang tersebar juga semakain banyak.

Produk Ramah Lingkungan Diaplikasikan

JAKARTA, Untuk pertama kalinya gas pendingin ruangan yang ramah lingkungan atau tidak merusak ozon buatan dalam negeri diaplikasikan perusahaan peti kemas.Dalam acara pelatihan penggantian gas pendingin yang bersifat merusak ozon ke gas pendingin yang ramah lingkungan, Senin (26/5) di Jakarta, Manajer Pemasaran Produk Gas-gas Domestik Pertamina Agus Nugroho mengatakan, Pertamina mulai mengembangkan hidrokarbon itu sejak 1998 di kilang minyak Plaju, Sumatera Selatan. Namun, produk gas hidrokarbon yang kemudian diberi nama MUSIcool itu baru diluncurkan pada 2005.”Sementara ini produk ini baru digunakan di beberapa gedung dan apartemen di Jakarta untuk menggantikan freon AC (air conditioner). PT HKS (Hagajaya Kemasindo Sarana) telah menjadi pelopor penggunaan MUSIcool untuk peti kemas,” kata Agus.Kapasitas produksi hidrokarbon di Plaju, kata Agus, 350 ton per bulan. Namun, sejauh ini baru bisa menghasilkan 170 ton per bulan.Menurut Agus, pada awal 2006 MUSIcool sudah dinyatakan tak mengandung bahan perusak ozon oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Saat ini empat produk hidrokarbon yang dinyatakan bebas dari bahan perusak ozon adalah MC-12, MC-22, MC-134, dan MC-600.”Jenis-jenis MUSIcool ini dapat disesuaikan dengan mesin AC yang sebelumnya memanfaatkan freon tanpa mengubah komponen mesinnya,” kata Agus.Menurut pendiri perusahaan peti kemas berpendingin PT HKS, Handoko Supranoto, ”Ada 400 kontainer berpendingin milik PT HKS sudah digantikan gas pendinginnya dengan gas pendingin ramah lingkungan.”PT HKS merupakan perusahaan layanan jasa angkutan peti kemas berpendingin antarpulau di Indonesia yang berdiri tahun 1995. Bahan yang didistribusikan antara lain berbagai jenis buah dan es krim.Menurut Handoko, sejak tahun 2001 pihaknya sudah dikenalkan Pertamina dengan gas pendingin ramah lingkungan atau hidrokarbon untuk menggantikan gas pendingin freon (CFC, HCFC, HFC) yang terbukti merusak lapisan ozon. Namun, ketersediaan gas baru tahun ini.Menurut Handoko, penggunaan hidrokarbon telah menghemat listrik sampai 30 persen sebab MUSIcool makin meringankan kinerja mesin, sehingga arus listrik dapat ditekan lebih rendah.Selain itu, pengisian freon untuk tiga kontainer biasanya menghabiskan 13,6 kilogram freon. Dengan hidrokarbon, untuk empat kontainer hanya butuh 6,5 kilogram hidrokarbon. ”Harga freon dan hidrokarbon selisih banyak".

Rabu, 11 Juni 2008

analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

Penggunaan sumber daya selalu disertai oleh terjadinya pencemaran. Ini adalah hukum alam yang bersifat universal, yaitu naiknya entropi pada transformasi energi pada penggunaan sumber daya. Kecendrungan yang kini terjadi ialah kenaikan kualitas hidup disertai atau bahkan harus didukung oleh pemakaian sumber daya yang makin banyak. Hal ini tampak dengan jelas dari kenyataan bahwa konsumsi, antara lain kertas, baja, minyak, listrik dan barang jadi (mobil, radio, televisi, kulkas dan lain-lain) jauh lebih tiggi dinegara yang telah maju dari pada dinegara yang sedang berkembang. Semakin berkembangnya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi berdampak terhadap lingkungan hidup. Untuk itu, diperlukan analisis dampak lingkungan.
Secara formal, konsep analisis dampak lingkungan berasal dari undang-undang NEPA 1969 di Amerika Serikat, dalam undang-undang tersebut,analisis dampak lingkungan dimaksudkan sebagai alat untuk merencanakan tindakan preverentif terhadap kerusakan lingkungan yang mungkin akan ditimbulkan oleh suatu aktivitas pembangunan yang sedang direncanakan. Di Indonesia, tentang analisis mengenai dampak lingkungan tertera dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup; merupakan bagian dari kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan atau kegiatan. Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah. Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap usaha dan atau kegiatan tunggal, tepadu, atau kegiatan dalam kawasan.
Adapun usaha dan atau kegiatan yang mungkin dapat menimbulkan dampak besar dan penting lingkungan hidup meliputi:
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam
b. Eksploitasi sumber daya alam baik yang dapat diperbaharui maupun yang tak dapat diperbaharui
c. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawaasn konservasi sumber daya alam dan atau perlindungan cagar budaya
e. Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik
f. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati
g. Penerapan teknologi yang dipikirkan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup,serta
h. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan atau mempengaruhi pertahanan negara
Sedangkan kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan atau kegiatan lingkungan hidup antara lain:
a. Jumlah manusia yang akan terkena dampak
b. Luas wilayah persebaran dampah
c. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d. Banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
e. Sifat kumulatif dampak,serta
f. Berbalik (reversible) atau tidak berbalik (irreversible) dampak.
kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting diatas, ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Oleh karena itu, criteria ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak bersifat limitatif.

Teknologi Berorientasi Lingkungan Hidup

Sepanjang teknologi lingkungan tidak dikuasai dengan baik, masalah
lingkungan akan tetap terpinggirkan. Tanpa penguasaan dan penerapan teknologi, masalah lingkungan akan tetap menjadi beban biaya yang tidak kecil.

Sekitar 30 tahun yang lalu, EF Schumacher menerbikan sebuah booklet berjudul “The Age of Plenty,A Christian View”(the Saint Andrew Press,Edinburg:1974). buku kecil ini memuat kritik Schumacker terhadap kemakmuran eksploitasi, bukan saja terhadap manusia,tetapi terlebih lagi terhadap alam. Sebagaimana pandangan para pemikir lain yang selalu kritis terhadap kemajuan IPTEK, Schumacker mengemukakan, teknologi dan industri harus “mengabdi” kepada kelangsungan kehidupan manusia dan alam.
Memanglah hingga kini ,kemampuan teknologi dalam memecahkan masalah produksi mencatat tahap “keajaiban”. Percakapan di seputar cloning yang beberapa waktu lalu ramai bergulir dimedia massa, adalah contoh nyata “keajaiban” itu. Namun patut digaris bawahi, tidak mudah pula menutup-nutupi kengerian yang mengiringinya: ia menjadikan manusia sekedar benda alam yang diutak-atik dan dikontrol, dan juga “kejam”terhadap alam karena,antara lain, memanfaatkan ratusan atau bahkan mungkin ribuan binatang sebagai kelinci percobaan.
Dalam hal perubahan masyarakat dan perkembangan kelihatannya teknologi terdapat hal yang kontraditif. Awalnya teknologi diciptakan untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia, mempermudah segala aktifitas yang dilakukan oleh umat manusia dan memelihara kondisi lingkungan sekitar agar tetap dapat memberikan sumber daya yang memadai bagi kelangsungan hidup umat manusia. Namun, dalam perkembangannya teknologijustru menjadi pemicu pertama penurunan kualitas lingkungan dengan sangat drastis. Penggunaan bahan bakar fosil untuk menjalankan industrialisasi sejak masa awal Revolusi Industri, memicupenggunaan secara besar-besaran hingga mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan lingkungan dan penipisannya sumber daya alam bagi generasi berikutnya. Kalau sebelum muncul masyarakat industri,hamper 80 persen benda yang dipergunaan manusia berassal dari hewan dan 20 persen dari mineral, industrialisasi mengubah kecendrungan itu.ia mulai terpusat pada cadangan bumi berupa energi dan material yang tak terbaharui, seperti bahan baku fosil dan mineral. Di sinilah kapitalisme industrialisasi mengeruk seluruh bahan baku tanpa memperdulikan akibat pada lingkungan, sehingga pada abad ke-19, diinggris telah menjadi bengkel dunia. Tidak selesai sampai disitu. Asap dan buangan pabrik meracuni udara, air, dan tanah. Dan dampak dari bahan-bahan kimia tersebut yang dibuang kelingkungan berdampak berat bagi pekerja dan masyarakat yang tinggal disekitarnya. Akibat lain revolusi industri menghabiskan kekayaan alam dengan laju mengerikan, menghancurkan hubungan dengan tanah, dan menyingkirkan petani kebelakang. Sementara itu, populasi semakin membengkak, teknologi menguasai lingkungan dan kekayaan material meningkat,imbalannya? Kerusakan alam yang terus memburuk kondisinya.
Begitulahpada masanya seakan-akan laju perkembangan teknologi tidak pernah berjalan beriringan dengan kepedulian pada lingkungan hidup.
Namun ,seiring dengan makin menguatnya kepedulian global pada masa depan bumi,telah terjadi pergeseran paradigma dalam hubungan teknologi dan lingkungan hidup. Awalnya adalah seorang biolog Amerika,Barry Commoner, yang ditahun 1962 mengingatkan resiko makin meningkatnya polusi. Menurut Barry, mata rantai ekologi terputus akibat industri dan digantikannya produk alami dengan bahan sintesis. Sejak itu pula (1962-1970-an), banyak kalangan termasuk industriwan berusaha ramah lingkungan. Kemudian muncul kebutuhan untuk mengembangkan teknologi yang dapat menjaga tingkat keberlanjutan lingkungan dengan segala sumber daya yang dimilikinya. Teknologi tidak melulu dilihat sebagai alat eksploitasi, tetapi lebih sebagai alat pemeliharaan lingkungan beserta sumber daya alam agar kehidupan umat manusia dan lingkungan alam dapat berkelanjutan.dengan kata lain, perlindungan lingkungan seraya meningkatkankualitas hidup dan memelihara kemampuan bersaing, memerlukan perubahan teknologi. Pada umumnya teknologi baru ini lebih efisien. Artinya teknologi ini memerlukan lebih sedikit input termasuk energi persatuan output, serta kurang mencemari dibandingkan teknologi baru berwawasan lingkungan, muncul semboyan: produce more with less resources, with less energy and with less waste. Salah satunya tampak lewat didirikannya Pusat Teknologi Lingkungan Hidup Asia-Eropa. Pusat ini menyatukan pemakai dan penmasok dalam bidang riset dan teknologi lingkungan hidup. Pusat ini akan bekerja dalam masalah-masalah lingkungan hidup terpenting yang kita hadapi, misalnya masalah kota besar dan teknik untuk membersihkan polusi.
Perkembangan ini mengikis pendekatan tradisonal dalam memandang hubungan industri dengan teknologi. Pendekatan tradisional melihat bahwa industri mengakibatkan masalah lingkungan dan mencoba mencari jalan keluar yang bertanggung jawab untuk meminimalkan kerusakan yang dapat diakibatkan. Sebaliknya, pendekatan yang berdasarkan pada teknologi yang bersih seharusnya mencari cara proses produksi yang dapat meniadakan atau mengurangi masalah yang mungkin terjadi sejak awal, sebelum permasalahan yang berkaitan dengan masalah lingkungan muncul. Misalnya, lewat pendekatan minimalisasi limbah dan dematerialisasi, dengan kata lain telah terjadi pergeseran dari pengendali polusi ke pencegah polusi. Pengendali polusi berarti bembersihkan limbah setelah limbah tersebut terbentuk sebagai sisa proses produksi. Sedang pencegahan polusi memfokuskan diri pada peminimalan atau penghindaran dari limbah sebelum limbah tersebut tercipta. Peningkatan teknologi membuat ekosistem secara alami menjadi lingkungan hidup buatan (manmade environment). Teknologi akan merombak lingkungan dengan limbah.jasad renik tidak mampu lagi mendekomposisi limbah dalam ekesistem. Ekosistem alami akan menyerapnya kembali, namun manmade environment tidak mampu. Namun dalam decade terakhir ini bioteknologi berhasil menemukan dekomposer yang lebih cepat, sehingga teknologi inilah yang perlu kita kembangkan lebih lanjut, agar keseimbangan ekosistem terkoreksi dan kuantitas hidup manusia tertolong.
Keharusan peningkatan penguasaan teknologi lingkungan itu tidak terbatas pada teknlogi pengolahan limbah dan penerapan proses daur ulang. Tetapi juga mencakup penguasaan teknologi rekayasa, dari proses produksi hingga teknologi pabrikasi suatu industri yang diandalkan. Bagi kita di Indonesia, ini jelas sangat penting karena selama ini hampir seluruh industri disini adalah hasil Turn Key, khususnya pada jenis industri kimia. Salah satu bukti penerapan dan penguasaan teknologi lingkungan yang dapat mengubah factor Cost menjadi Benefit tidak harus selalu berupa rekayasa teknologi tepat guna. Namun jelas pembuktian penguasan teknologi lingkungan dapat mengubah pengertian yang selam ini berkembang, yakni factor kepentingan lingkungan yang identik dengan tambahan biaya.
Sayannya untuk kasus Indonesia, kebutuhan untuk mengubah sistem teknologi sangat lambat dipahami oleh industriawan kita. Pemahaman tentang pentingnya mempertahankan kualitas lingkungan yang baik, terasa kurang dipahami oleh industriawan kita. Mereka kebanyakan tetap lebih suka being trader. Sebagai pedagang pada umumnya tidak mau mengembangkan teknologi berwawasan lingkungan. Karena tanpa melakukan itupun, mereka tetap merasa mendapat untung, walaupun harus dengan jalan merusak lingkungan. Namun kemudian akibat perubahan permintaan pasar yang lebih tanggap terhadap lingkungan, perkembangan teknologi yang memungkankan terciptanya teknologi yang lebih tanggap lingkungan dan semakin berkurangnya input bahan baku (sumber daya) yang memadai untuk melakukan system produksi dengan cara lama yang boros (tidak tanggap lingkungan). Dengan teknologi yang dimiliki, suatu institusi dalam peningkatan apapun bisa mencari atau menciptakan produk yang lebih baik dalam arti lebih tanggap terhadap lingkungan.efisien dan pengurangan penggunaan sumber daya alam yang berlebihan serta meningkatkan kualitas, pesan dan tampilan produk, yang amat berguna bagi aspek pemasaran produk atau perusahaan.
Menurut hukum ekonomi, penguasaan teknologi lingkungan menjadi bagian terintegrasi dalam menjalankan kebijakan pelestarian lingkungan tersebut, benar-benar dapat dibuktikan secara ilmiah. Coba saja amati dengan penerapan teknologi maka faktor kualitas dan harga pasti akan meningkat. Ini berarti akan tetap bisa mempertahankan nilai keuntungan walaupun suatu kegiatan industri itu harus dibebani pula dengan biaya pengolahan limbahnya. Dengan penerapan teknologi lingkungan, akan didapat pula peningkatan kualitas produksi. Karenanya, penerapan kebijakan mengintegrasikan penerapan teknologi lingkungan akan menjamin pula meningkatnya kemampuan pebisnis Indonesia dalam menerobos pasar ekspor. Misalnya dengan menerapkan teknologi pada sector industri kehutanan akan dicapai standarisasi kualitas berdasarkan ecolabelling dan ISO 14001 yang dapat menjamin sukses menerobos pasar dunia.